cbox


Mau buat buku tamu ini ?
Klik di sini

Senin, 21 November 2016

Makalah Fikih Jinayah Tentang Khamar ( Minuman Keras)



MAKALAH
FIQIH JINAYAH
Khamar




DOSEN PEMBIMBING
Mawardi, MH.
DISUSUN OLEH
Samsul Halim : 1502141766
Muhammad Amin : 1502141764
Jurusan Ilmu Falak (Astronomi Islam)
Fakultas Syari’ah
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
(IAIN)
MATARAM
2016
KATA PENGANTAR

اَلْحَمْدُاِللهِ الَّذِيْ أَنْزَلَ السَّكِيْنَةَ فِي قُلُوْبِ اْلمُؤْمِنِيْنَ, لِيَزْدَادُوْا إِيْمَانًا مَعَ إِيْمَانِهِمْ وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى أَشْرَافِ اْلَأنْبِيَاءِ وَاْلمُرْسَلِيْنَ وَعَلَى أَلِهِ وَصَحْبِهِ اَجْمَعِيْنَ. اَلْحَمْدُلِّلِه بِفَضْلِ الله وَكَرَامَهُ نَسْتَطِعُ اِنْ نُئَادِى وَنَعْمَلُ هَذِهِ اْلوَظِيْفَةِ تَحْتَ اْلمَوْضُوْعِ"قِرَاءَةُاْلقُرْاَنَ".
Segala puji dan kemuliaan hanyalah milik Rabb semata, atas segala rahmat dan ni’mat-Nya yang telah dikaruniakan kepada segenap hamba-Nya. Shalawat dan salam semoga selamanya tercurah atas junjungan alam yang menjadi penuntun umatnya ke jalan shirotol mustaqim.
Atas berkat rahmat dan hidayah Allah SWT, alhamdulillah kami dapat menyusun dan menyelesaikan sebuah kajian ilmiah tentang “Jarimah Minum Khamr” dengan wasilah tugas disertai bimbingan dan dorongan dari dosen mata kuliah Fiqh Jinayah. Disamping itu, kami  sadari sepenuhnya bahwa kajian makalah yang kami  sajikan ini masih jauh dari kesempurnaan, maka kami selalu berharap atas kritik dan sarannya yang membangun, guna peningkatan di masa yang akan datang.
Akhirnya kami  berharap, semoga sekecil apapun untaian kata yang kami  sajikan sebagai rangkaian ilmu dalam makalah ini senantiasa menjadi bongkahan-bongkahan ilmu yang senantiasa bermafaat dunia dan akhirat. Amin



Mataram, 05 April 2016



Penyusun





DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................. .......... i
DAFTAR ISI............................................................................................................. ......... ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................ ......... 1
A.    Latar Belakang.............................................................................................. ......... 1
B.     Rumusan Masalah......................................................................................... ......... 2
C.     Maksud dan Tujuan Makalah........................................................................ ......... 2
BABII PEMBAHASAN........................................................................................... ......... 3
A.    Pengertian Syirbul Khamr.............................................................................. ......... 3
B.     Dasar Hukum Meminum Khamr.................................................................... ......... 4
C.     Unsur-unsur Jarimah Minuman Khamr.......................................................... ......... 7
D.    Hukuman Bagi Peminum Khamr............................................................................. 8
E.     Cara Pembuktian.................................................................................................... 10
F.      Hal-hal yang Menghalangi Terlaksananya Hukumah..................................... ....... 11
BAB III PENUTUP.................................................................................................. ....... 12
KESIMPULAN......................................................................................................... ....... 12
DAFTAR PUSTAKA                                                                                             




BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang
Islam melarang khamr (minuman keras), karena khamr dinggap sebagai induk keburukan (ummul khabaits), disamping merusak akal, jiwa, kesehatan dan harta. Dari sejak semula, Islam telah berusaha menjelaskan kepada umat manusia, bahwa manfaatnya tidak seimbang dengan bahaya yang ditimbulkankannya. Dalam surah Al-Baqarah ayat 219 Allah berfirman:

يَسْأَلُونَكَ عَنِ الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ قُلْ فِيهِمَا إِثْمٌ كَبِيرٌ وَمَنَافِعُ لِلنَّاسِ وَإِثْمُهُمَا...
Mereka bertanya kepadamu tentang khamr dan judi. Katakanlah: “Pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya.[1]

Ulama agama mengatakan bahwa hukum meminum khamar adalah haram karena khamar menjadi induk segala kekejian dan kejahatan. Ahli kedokteran mengatakan bahwa khamr merupakan bahaya paling besar yang dapat menghancurkan kehidupan manusia. Khamar membuka jalan masuknya penyakit yang sangat kronis, yakni penyakit TBC.
Di sisi lain, khamar juga dapat melemahkan dan mengurangi kekebalan tubuh, dapat berefek buruk bagi seluruh anggota tubuh, khususnya hati, serta dapat menyerang seluruh saraf. Karena itu, tidak mengherankan lagi bahwa khamar merupakan faktor terbesar yang menjadi sebab adanya penyakit saraf, selain juga merupakan faktor terbesar penyakit dan faktor terjadinya kesengsaraan dan kriminalitas.
Prinsip tentang larangan khamr ini dipegang teguh oleh negara-negara islam sampai abad ke-18. Akan tetapi awal abad kedua puluh, negara-negara islam mulai berorientasi ke Barat dengan menerapkan  hokum positif dan meninggalkan hokum Islam. Maka jadilah khamr (minuman keras) pada prinsipnya tidak dilarang dan orang yang meminumnya tidak diancam dengan hukuman, kecuali apabila ia mabuk di muka umum.
Sementara negara-negara islam tenggelam dalam pengaruh barat karena menjadi jajahan negara-negara Barat, negara-negara non islam sendiri mulai aktif menggiatkan kampanye anti minuman keras, karena mereka telh menyadari bahaya dari minuman keras ini, baik dari kesehatan maupun ketrtiban masyarakat.
Oleh karena itu, saya akan membahas lebih lanjut perihal pengertian khamr, dasar hokum, unsur-unsur meminum khamr, hukum bagi peminum khamr, cara pembuktian peminum khamr dan hal-hal yang menghalangi pelaksanaan hukuman.

B.     Rumusan Masalah
a.         Pengertian Khamr
b.        Hukum Meminum Khamr
c.         Unsur-unsur Jarimah Minuman Khamr
d.        Hukuman Bagi Peminum Khamr
e.         Cara Pembuktiannya
f.         Hal-hal yang Menghalangi Terlaksananya Hukuman.

C.     Maksud dan Tujuan
a.        Untuk mengetahui pengertian dan hukum meminum khamr
b.        Mengetahui unsur-unsur dari jarimah minuman khamr
c.        Suapaya Mahasiswa mampu memahami pengertian dari jarimah minuman khamr dan cara dari pembuktiannya.
d.       Dan yang terahir Mahasiswa mampu mengetahui apa sajakah yang bisa menghalangi terlaksananya hukuman minuman khamr.






BAB II
PEMBAHASAN

A.     Pengertian Khamr
Khamr menurut bahasa berarti “penutup”, asal dari kata Khamara yang artinya “menutupi” yang bermaksud bahwa khamr bisa menutupi akal fikiran dari mengetahui keadaan yang benar. Dalam hadits shahih Muslim meriwayatkan :
”Dari Ibnu Umar, sesungguhnya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah bersabda, "Setiap yang memabukkan itu (dinamakan) khamr, dan setiap yang memabukkan itu (hukumnya) haram (dan dalam suatu riwayat disebutkan. Dan setiap khamr itu haram)" [Juz 6 halaman 100 dan 101]
Dan juga dalam hadits shahih Bukhari meriwayatkan:
“Dari Ibnu Umar, ia berkata : Umar pernah berkhotbah di atas mimbar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam lalu ia berkata, "Sesungguhnya telah turun (ayat ayat) tengtang pengharaman khamr, sedang dia itu (dibuat) dari lima jenis, yaitu : anggur, kurma, gandum, sya'ir dan madu. Padahal (yang disebut) khamr itu ialah apa-apa yang dapat menutup (menghilangkan/merusak) akal". [Juz 6 halaman 242]
Sungguh tepat sekali apa yang telah diterangkan oleh Rasulullah Shallalahu ‘alaihi Wasallam dan Khalifah Umar bin Khaththab tentang yang dimaksud dengan khamr ini. Yaitu : Apa-apa yang dapat menutup / menghilangkan akal atau merusak akal.
Dengan demikian bahan-bahan yang bisa merusak akal baik padat maupun cair, seperti zaman sekarang ini ada yang namanya : alcohol, ganja, morfin, heroin dan pil-pil semacam pil rohypnol, magadon, dumoli, sedatin juga termasuk bahan-bahan yang bisa menutup atau merusak akal. Bahkan baru-baru ini ada cara lain seperti mengkonsumsi lem ibon dan lain-lain. Kesemuanya itu dapat "menutup akal" yang akan menghilangkan kesadaran sebagai manusia yang normal. Dengan demikian, maka semuanya itu termasuk jenis khamr. Dan Khamr itu adalah haram.
Asyirbah adalah bentuk jama’ dari kata syurbun. Yang dimaksud asyirbah atau minum minuman keras adalah minuman yang bisa membuat mabuk, apapun asalnya. Imam Malik, Imam Syafi’I dan Imam Ahmad seperti dikutip H.A. Djazuli, berpendapat bahwa yang dimaksud khamr adalah minuman yang memabukkan, baik disebut khamr atau dengan nama lain. Adapun Abu Hanifah membedakan antara khamr dan mabuk. Khamr diharamkan meminumnya, baik sedikit maupun banyak, dan keharamannya terletak pada dzatnya. Minuman lain yang bukan khamr tetapi memabukkan, keharamannya tidak terletak pada minuman itu sendiri (dzatnya), tetapi pada minuman terakhir yang menyebabkan mabuk. Jadi, menurut Abu Hanifah, minum minuman memabukkan selain khamr, sebelum minum terakhir tidak diharamkan.[2]

B.       Hukum Meminum Khamr
Meminum minuman khamr adalah perbuatan yang dilarang. Para peminum khamr dinilai sebagai perilaku setan. Dalil hukum yang mengatur tentang sanksi hukum peminum khamr diungkapkan oleh Allah dalam Alquran secara bertahap tentang status hukum. Hal itu diungkapkan sebagai berikut.

1.        Ayat-ayat Al-quran
a.        Surat An-Nahl : 67
`ÏBurÏNºtyJrOÈ@ϨZ9$#É=»uZôãF{$#urtbräÏ­Gs?çm÷ZÏB#\x6y$»%øÍur$·Z|¡ym3¨bÎ)Îûy7Ï9ºsŒZptƒUy5Qöqs)Ïj9tbqè=É)÷ètƒÇÏÐÈ
Artinya :
“Dan dari buah korma dan anggur, kamu buat minimuman yang memabukkan dan rezki yang baik. Sesunggguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang memikirkan.”

Dalam ayat ini Allah SWT hanya baru memberi signal bahwa Allah telah memberi karunia kepada manusia berupa dua jenis pohon, yaitu kurma dan anggur. Dari kedua pohon tersebut akan bisa menghasilkan :
1)      Minuman keras yang memabukkan dan dapat menghilangkan akal.
2)      Rizki yang baik yang bermanfaat buat kehidupan manusia.
Dari sini belum ada hukum mengharamkan khamr, hanya signal bahwa dari tumbuhan anggur, bisa dijadikan bahan untuk mabuk, tapi bisa juga dijadikan bahan yang bermanfaat.

b.        Surah Al-Baqarah ayat 219
يَسْأَلُونَكَ عَنِ الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ قُلْ فِيهِمَا إِثْمٌ كَبِيرٌ وَمَنَافِعُ لِلنَّاسِ وَإِثْمُهُمَا...

“Mereka bertanya kepadamu tentang khamr dan judi. Katakanlah: “Pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya..”
Dalam kitab Asbaabun Nuzuul menyatakan suatu riwayat bahwa : “ketika Rasulullah SAW datang ke Madinah, beliau mendapati kaumnya suka minum arak dan makan hasil judi. Mereka bertanya kepada Rasulullah SAW tentang hal itu, maka turunlah ayat Q.S Al-Baqarah : 219, Mereka berkata: “ Tidak diharamkan kepada kita, minum arak hanyalah dosa besar”, mereka pun terus minum arak.
Disini mulai mengarah kepada Khamr, bahwa khamr itu ada manfaatnya ( kalau diminum ) tetapi kerugiannya lebih besar. Dari ayat ini Allah baru menunjukkan Kerugiannya.

c.        Surah An-nisa’ ayat 43

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تَقْرَبُواْ الصَّلاَةَ وَأَنتُمْ سُكَارَى حَتَّىَ تَعْلَمُواْ مَا تَقُولُونَ...
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu sholat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan”.
Dalam kitab Asbaabun Nuzuul menyatakan suatu riwayat bahwa : ‘Abdurrahman bin ‘Auf pernah mengundang makan Ali dan kawan-kawannya. Kemudian dihidangkan minuman khamr (arak/minuman keras), sehingga terganggulah otak mereka. Ketika tiba waktu sholat, orang-orang menyuruh Ali menjadi imam, dan waktu itu beliau membaca dengan keliru, “Qulyaa ayyuhhal kaafiruun, laa a’budu maa ta’buduun, wa nahnu na’budu maa ta’budun” (katakanlah: “Hai orang-orang kafir; aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah; dan kami akan menyembah apa yang kamu sembah). Maka turunlah ayat Q.S An-Nisaa : 43 sebagai larangan sholat dalam keadaan mabuk.
Disini sudah menyebut bahwa minum khamr dilarang, tetapi hanya pada saat mau melakukan Sholat. Jadi sudah mulai ada pelarangan, tetapi masih dalam uji coba atau temporary.

d.       Surah Al-Maidah ayat 90-91

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالأَنصَابُ وَالأَزْلاَمُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ. إِنَّمَا يُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَن يُوقِعَ بَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَاء فِي الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ وَيَصُدَّكُمْ عَن ذِكْرِ اللّهِ وَعَنِ الصَّلاَةِ فَهَلْ أَنتُم مُّنتَهُونَ.

“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang. Apakah kamu tidak ingin menghentikan.[3]
Disini sudah menyebut bahwa minum khamr dilarang dan menyatakan meminum Khmar termasuk perbuatan syetan. Dan juga menyatakan dengan menjauhi khmar akan mendapatkan keberuntungan baik di dunia maupun di akhirat.
Dalam kitab Asbaabun Nuzuul menyatakan suatu riwayat bahwa : turunnya ayat Al-Maidah : 90-91, berkenaan dengan peristiwa yang terjadi pada dua suku golongan Anshor yang hidup rukun, tidak ada dendam kesumat. Tetapi apabila mereka minum sampai mabuk, maka mereka saling mengganggu hingga menimbulkan bekas (luka) pada muka atau kepala mereka. Dengan demikian pudarlah rasa kekeluargaan mereka, lalu timbul rasa permusuhan dan langsung menuduh bahwa suku yang lainnyalah yang mengganggu itu. Hal itulah yang biasanya menimbulkan dendam kesumat dalam hati mereka. Padahal mereka tidak akan berbuat seperti ini apabila mereka saling berkasih sayang. Ayat ini melukiskan keberhasilan syetan mengadu domba orang-orang yang beriman sebab minum arak dan main judi.
Disini sudah secara tegas pada minum Khamr dilarang. Inilah ayat yang terakhir turun yang memberi kata putus tentang pengharaman khamar.
Jadi ayat-ayat proses pengharaman Khamr tetap saja tercantum utuh, tidak ada yang dihilangkan baik di Al-Qur’an maupun di Lauh Mahfuz sampai sekarang.
Kenapa ayat-ayat proses pengharaman Khamr masih saja dicantumkan..? kenapa 4 ayat sebelumnya dihapus saja dan hanya menyisakan 1 ayat yaitu di Surat Al-maidah:91..?
Hal ini disamping menjaga keutuhan Al-Qur’an, juga dalam memberikan tuntunan kepada Da’i atau juru dakwah, apabila berdakwah dalam masyarakat yang hoby khamr, jangan langsung dikasih ayat al Maidah 91, tetapi gunakan tahapan sesuai dengan pentahapan Al-Qur’an. Jadi bagi masyarakat pemabuk, seakan-akan ayat yang diterima itu bertahap, padahal Al-Qur’an sudah ada secara utuh ayat yang mengharamkan khmar.
Jadi Al-Qur’an di Lauh Mahfuz sudah ada ayat Al-Maidah : 91, tetapi turunnya saja yang paling belakang, demi adanya pembelajaran.
Begitulah Islam melarang orang dari meminum khamr karena bertujuan untuk memberikan pendirian yang kuat baik dari segi fisik maupun dari segi mental, sebab khamr bisa merusak akal fikiran dan apabila akal sudah rusak maka ia akan menjadi puncak terjadinya kejahatan baik pada dirinya sendiri maupun kepada orang lain.
Selanjutnya Sayyid Sabiq menyebut diharamkannya khamr sesuai ajaran-ajaran Islam yang menginginkan terbentuknya pribadi-pribadi yang kuat fisik, jiwa dan akal pikirannya.
Tidak diragukan khamr melemahkan kepribadian dan menghilangkan potensi-potensinya terutama akal. Abdullah bin Amar meriwayatkan hadits Rasulullah SAW:
“Khamr adalah induk keburukan dan salah satu dosa besar”. Barangsiapa yang minum khamr biasanya dia meninggalkan sholat dan bisa jadi menyetubuhi ibu dan bibinya sendiri.”
Dari Anas, Rasulullah SAW bersabda:
“Sepuluh orang yang dikutuk karena khamr: pembuatnya, pengedarnya, peminumnya, pembawanya, pengirimnya, penuangnya, pemakan uang hasilnya, pembayar dan pemesannya. (HR. Ibnu Majah dan Tirmidzi).

2.        Hadits
Riwayat dari Ibnu Umar ra.
"Diriwayatkan dari Ibnu Umar ra. Berkata: Umar telah berkhutbah di atas mimbar Rasulullah Saw. Beliau mengucap syukur kepada Allah dan memuji-Nya, kemudian dia berkhutbah: Sesungguhnya arak telah diharamkan oleh Allah berdasarkan ayat Alquran. Arak yang dimaksud, terdiri dari lima macam jenis, yaitu gandum, barli, tamar, zabib dan madu. Arak ialah benda yang menyebabkan hilang akal yaitu mabuk”.[4]

C.     Unsur-unsur Jarimah Minuman Khamr
Unsur-unsur jarimah minuman khamr ada dua macam, yaitu:
1.        Asy-Syurbu (meminum)
Sesuai pengertian asy-syurbu (minuman) sebagaimana yang telah dikemukakan di atas, Imam Malik, Imam Syafi’I, dan Imam Ahmad berpendapat bahwa unsur ini (Asy-Syurbu) terpenuhi apabila pelaku meminum sesuatu yang memabukkan. Dalam hal ini tidak diperhatikan nama dari minuman itu dan dari bahan apa minuman itu diproduksi. Dengan demikian, tidak ada perbedaan apakah yang diminum itu dibuat dari perasan buah anggur, gandum, kurma, tebu, maupun bahan-bahan yang lainnya. Demikian pula tidak diperhatikan kadar kekuatan memabukkannya, baik sedikit maupun banyak, hukumannya tetap haram.
dianggap meminum apabila barang yang diminumnya telah sampai ke tenggorokan. Apabila minuman tersebut tidak sampai ke tenggorokan maka tidak dianggap meminum, seperti berkumur-kumur. Demikian pula termasuk kepada perbuatan meminum, apabila meminum minuman khamr tersebut dimaksudkan untuk menghilangkan haus, padahal ada air yang dapat diminumnya. Akan tetapi, apabila hal itu dilakukan karena terpaksa (darurat) atau dipaksa, pelaku tidak dikenai hukuman.
Apabila seseorang meminum khamr untuk obat maka para fuqaha berbeda pendapat mengenai status hukumnya. Menurut pendapat yang rajah dalam madzhab Maliki, Syafi’I, dan Hanbali, berobat dengan meggunakan (minuman) khamr merupakan perbuatan yang dilarang, dan peminumnya (pelaku) dapat dikenai hukuman had. Alas an mereka adalah hadits Nabi Saw.
2.        Ada Niat yang Melawan Hukum
Unsur ini terpenuhi apabila seseorang melakukan perbuatan minum minuman keras (khamr) padahal ia tahu bahwa apa yang diminumnya itu adalah khamr atau muskir. Dengan demikian, apabila seseorang minum minuman yang memabukkan, tetapi ia menyangka bahwa apa yang diminumnya itu adalah minuman biasa yang tidak memabukkan maka ia tidak diknai hukuman had, karena tidak ada unsur melawan hukum.
Apabila seseorang tidak tahu bahwa minuman khamr itu dilarang, walaupun ia tahu bahwa barang tersebut memabukkan maka dalam hal ini unsur melawan hukum (qasad jina’i) belum terpenuhi. Akan tetapi, sebagaimana telah diuraikan dalam bab terdahulu, alas an idak tahu hukum tidak bias diterima dari orang-orang yang hidup dan berdomisili di negeri dan lingkungan islam.[5]

D.     Hukuman Bagi Peminum Khamr
1.        Sanksi Hukum dari Aspek Hukum Islam
Para ulama sepakat bahwa para konsumen khamr ditetapkan sanksi hokum had, yaitu hukum dera sesuai dengan berat ringannya tindak pelanggaran yang dilakukan oleh seseorang. Terhadap pelaku pidana yang mengonsumsi minuman memabukkan dan/obat-obatan yang membahayakan, sampai batas yang membuat gangguan kesadaran (teler), menurut pendapat Hanafi dan Maliki akan dijatuhkan hukuman cambuk sebanyak 80 kali. Menurut syafi’I hukumannya hanya 40 kali. Namun ada riwayat yang menegaskan bahwa jika pemakai setelah dikenai sanksi hukum masih dan terus melakukan beberapa kali (empat kali) hukumannya adalah hukuman mati.
Sanksi tersebut dikenakan kepada para pemakai yang telah mencapai usia dewasa dan berakal sehat, bukan atas keterpaksaan, dan mengetahui kalau benda yang dikonsumsinya itu memabukkan.
Dalam islam selain ditetapkan hukumnya minuman keras (khamr) juga ditetapkan hukumannya terhadap seseorang yang mengonsumsinya.

2.        Sanksi Hukum dari Aspek Peraturan Perundang-undangan
Minuman khamr dan obat-obatan terlarang lainnya sudah menjadi masalah nasional yang perlu mendapat perhatian khusus dari pemerintah dan masyarakat. Akhir-akhir ini minuman memabukkan dan atau obat-obat terlarng lainnya tampak semakin marak dikonsumsi oleh orang tertentu sehingga sudah meresahkan masyarakat dan menimbulkan gangguan kesehatan.
Untuk itu, upaya meningkatkan npengawasan pengamanan terhadap minum-minuman memabukkan dalam masyarakta, pihak pemerintah telah mengeluarkan peraturan Menteri Kesehatan No. 86/Men.Kes/IV/1997 tentang Minuman Memabukkan. Selain itu di dalam KUHP memberikan sanksi atas pelaku (penggunaan khamr) hanya jika sampai mabuk dan mengganggu ketertiban umum, yakni kurungan paling lama tiga hari hingga paling lam tiga bulan (pasal 536). KUHP juga memberikan sanksi atas orang yang menyiapkan atau menjual khamr, sanksi hukuman kurungan dimaksud, paling lama tiga minggu (pasal 537), apalagi jika yang diberi minuman adalah anak dibawah umur 16 tahun (pasal 538 dan 539).[6]



E.     Cara Pembuktian
Pembuktian untuk jarimah minuman khamr dapat dilakukan dengan tiga macam cara sebagai berikut.
1.        Dengan Saksi
Jumlah minimal saksi yang diperlukan untuk membuktikan jarimah minum khamr adalah dua orang yang memenuhi syarat-syarat persaksian, sebagaimana yang telah diuraikan dalam jarimah zina dan qadzaf. Disamping itu, Imam Abu Hamka dan Imam Abu Yusuf  mensyaratkan masih terdapatnya bau minuman pada waktu dilaksanakannya persaksian. Dengan demikian, kedua Imam ini mengaitkan persaksian dengan bau minuman keras (khamr). Akan tetapi, Imam Muhammad Ibn Hasan tidak mensyaratkan hal ini.
 lain yang dikemukakan oleh Imam Abu Hanifah dan murid-muridnya adalah persaksian atau peristiwa minum khamrnya itu belum kadaluarsa. Batas kadaluarsa menurut Imam Abu Hanifah dan Imam Abu Yusuf adalah hilangnya bau minuman. Adapun menurut Muhammad Ibn Hasan batas kadaluarsanya adalah satu bulan. Adapun menurut Imam-imam yang lain, tidak ada kadaluarsa dalam persaksian untuk membuktikan jarimah minum khamr ini.

2.        Dengan Pengakuan
Jarimah minum khamr dapat dibuktikan dengan adanya pengakuan dari pelaku. Pengakuan ini cukup satu kali dan tidak perlu diulang-ulang sampai empat kali. Ketentuan-ketentuan yang berlaku untuk pengakuan dalam jarimah zina juga berlaku untuk jarimah minuman khamr ini.
Imam Abu Hnifah dan Imam Abu Yusuf mensyaratkan pengakuan tersebut belum kadaluarsa. Akantetapi, imam-imam yang lain tidak mensyaratkannya.

3.        Dengan Qarinah
Jarimah minuman khamr juga bisa dibuktikan dengan Qarinah atau tanda, qarinah tersebut antara lain sebagai berikut.
a.        Bau Minuman
Imam malik berpendapat bahwa bau minuman keras dari mulut orang yang meminum merupakan suatu bukti dilakukannya perbuatan minuman khamr, meskipun tidak ada saksi. Akantetapi Imam Abu Hanifah, Imam Syafi’I, dan pendapat yang rajah dari Imam Ahmad berpendapat bau minuman semata-mata tidak dapat dijadikan sebagai alat bukti, karena mungkin saja ia sebenarnya tidak minum, melainkan hanya berkumur-kumur, atau ia menyangka apa yang diminumnya itu adalah air bukan khamr.
b.        Mabuk
Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa mabuknya seseorang sudah merupakan bukti bahwa ia melakukan perbuatan meminum khamr. Apabila dua orang atau lebih menemukan seseorang dalam keadaan mabuk dan dari mulutnya keluar bau minuman keras maka orang yang mabuk itu harus dikenai hkuman had, yaitu dera 40 kali. Pendapat ini juga merupakan pendapat Imam Malik. Akantetapi Imam Syafi’I dan salah satu pendapat Imam Ahmad tidak menganggap mabuk semata-mata sebagai alat bukti tanpa ditunjang dengan bukti yang lain. Sebebnya adalah adanya kemungkinan minumnya itu dipaksa atau karena kesalahan.
c.        Muntah
Imam Malik berpendapat bahwa muntah merupakan alat bukti yang lebih kuat daripada sekadar bau minuman, karena pelaku tidak akan muntah kecuali setelah meminum minuman keras. Akantetapi Imam Abu Hanifah, Imam Syafi’I, dan Imam Ahmad dalam slah satu pendapatnya tidak menganggap muntah sebagai alat bukti, kecuali apabila ditunjang dengan bukti-bukti yang lain, misalnya terdapatnya bau minuman keras dalam muntahnya.

F.      Hal-hal yang Menghalangi Terlaksananya Hukuman.
Hukuman untuk pelaku minum-minuman keras (khamr) tidak bisa dilaksanakan apabiala terdapat hal-hal sebagai berikut:
a.        Pelaku mencabut pengakuannya, sedangkan bukti lain tidak ada.
b.        Para saksi mencabut persaksiannya, sedangkan bukti lain tidak ada.
c.        Para saksi kehilangan kecakapannya setelah adanya putusan hakim tetapi sebelum pelaksanaan hukuman. Ini hanya pendapat Imam Abu Hanifah.



BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Asyirbah adalah bentuk jama’ dari kata syurbun. Yang dimaksud asyirbah atau minum minuman keras adalah minuman yang bisa membuat mabuk, apapun asalnya.
Khamr berasal dari kata yang berarti menutupi. Di sebut sebagai khamr, karena sifatnya bisa menutupi akal Sedangkan menurut pengertian urfi pada masa itu, khamr adalah apa yang bisa menutupi akal yang terbuat dari perasan anggur. Sedangkan dalam pengertian syara’, khamr tidak terbatas pada perasan anggur saja, tetapi semua minuman yang memabukkan dan tidak terbatas dari perasan anggur saja.
Meminum-minuman khamr adalah perbuatan yang dilarang. Para peminum khamr dinilai sebagai perilaku setan. Dalil hukum yang mengatur tentang sanksi hokum peminum khamr diungkapkan oleh Allah dalam Alquran secara bertahap tentang status hukum. Hal itu diungkapkan sebagai berikut.
Ayat-ayat Alquran (Surah Al-Baqarah ayat 219)
يَسْأَلُونَكَ عَنِ الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ قُلْ فِيهِمَا إِثْمٌ كَبِيرٌ وَمَنَافِعُ لِلنَّاسِ وَإِثْمُهُمَا...
“Mereka bertanya kepadamu tentang khamr dan judi. Katakanlah: “Pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya..” (QS. Al-Baqarah: 219).
Cara Pembuktian
a.        Dengan Saksi
b.        Dengan Pengakuan
c.        Dengan qarinah




DAFTAR PUSTAKA

Hakim, Rahmat. 2000. Hukum Pidana Islam(Fiqih Jinayah). Bandung: Pustaka Setia.
Ali, Zainuddin. 2007. Hukum Pidana Islam. Jakarta: Sinar Grafika.
Ash-Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi. 2011. Koleksi Hadits-Hadits Hukum 4. Semarang: Pustaka Rizki Putra.
Muslich, Ahmad Wardi. 2005. Hukum Pidana Islam. Jakarta: Sinar Grafika.
Rahmat Haklim. Hukum Pidana Islam. (Bandung: Pustaka Setia. 2000)
Zainuddin Ali,. Hukum Pidana Islam. (Jakarta: Sinar Grafika. 2007)..
Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam. (Jakarta: Sinar Grafika. 2005).
Zainuddin Ali. Hukum Pidana Islam. (Jakarta: Sinar Grafika. 2007).








[1]QS. Al-Baqarah: 219, Departemen Agama RI, Al-Aliyy: Alqur’an dan Terjemahnya (Bandung : Diponegoro, 2000), hal.27
[2]Rahmat Haklim,  Hukum Pidana Islam (Bandung: Pustaka Setia. 2000), hal. 95

[3][3], Departemen Agama RI, Op.cit,hal 97
[4]Zainuddin Ali, Hukum Pidana Islam ,(Jakrta: Sinar Grafika, 2007)hal 94-95.

[5]Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam. (Jakarta: Sinar Grafika,2005), hal 74-76

[6]Zainuddin Ali, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika., 2007), hal101-102

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

VISITOR